SURABAYA – Gantungkan cita-cita setinggi bintang di langit. Ungkapan itu tentu akrab di telinga kita. Kata-kata motivasi tersebut selalu relevan dari masa ke masa, termasuk bagi generasi muda saat ini. Makna mendalam dari kalimat itu bahwa untuk menggapai harapan dan cita-cita dibutuhkan proses dan perjuangan tak kenal lelah. “Kita bisa melampaui batas namun harus mau menjalani prosesnya,” papar founder marcommads.id, RA Loretta Kartikasari, SE., M.I.Kom., MM., PhD (c) pada acara talkshow “Dreams and Wonder” yang diselenggarakan Project X Market di Tunjungan Plaza, Surabaya, Jumat (6/10).
Perempuan yang akrab disapa Dya Loretta ini mengakui bahwa profesi yang dijalani seseorang di kemudian hari memang tidak selalu sesuai dengan latar belakang pendidikannya saat duduk di bangku kuliah. Hal tersebut tentu bukan suatu kekeliruan atau kesalahan memilih jurusan di kampus. “Yang selalu ditekankan pada para mahasiswa saya bahwa jurusan itu terkadang goals-nya tak sesuai dengan jurusan yang dipilih. Memang ada beberapa jurusan ilmu sosial yang memberi ‘kebebasan’ sehingga kita bisa berprofesi apa saja,” jelas perempuan yang aktif sebagai dosen di Mercu Buana ini.
Dya Loretta pun menyontohkan sang MC (Master of Ceremony) yang mendampinginya di panggung tersebut memiliki latar belakang bidang kependidikan. Namun, ternyata dia memiliki kemampuan komunikasi seperti lulusan Public Relations. “Energi kamu yang merupakan sarjana pendidikan tapi gaya bicaranya seperti lulusan Ilmu Komunikasi. Jadi kuliah di awal itu menemukan networking atau jejaring relasi, menggali passion dan keinginan. Selanjutnya adalah momen mencoba apapun sampai kita menemukan apa yang menjadi tujuannya,” paparnya.
Dya Loretta juga menceritakan mengenai cita-cita utamanya yang ingin memiliki lembaga pendidikan. Namun, untuk membangun harapan tersebut membutuhkan modal yang tidak sedikit. Untuk mencapai keinginan idealisnya itu, Dya Loretta terlebih dahulu menjalankan pilihan kedua yaitu mencari klien-klien untuk dibuatkan event atau kegiatan, menyusun strategi branding dan sebagainya. “Begitu saya mengerjakan pilihan kedua ini, saya bisa mewujudkan pilihan pertama sehingga cita-cita tercapai. Jadi setelah saya memiliki dana sehingga bisa mengerjakan keinginan yang nomor satu tadi. Tapi saya menjalani proses sebelum mencapai cita-cita pertama itu yang terwujud dapat bentuk Marcommads,” jelasnya.
Menurut Dya Loretta, terkadang kita harus sensitif dan peka dengan situasi. Misalnya, kita mengikuti tren bisnis atau melakukan yang banyak dicari orang, sehingga membuka peluang meraih pendapatan. “Dengan begitu, keinginan yang bersifat idealis bisa diwujudkan,” ucapnya.
Dya Loretta pun menceritakan mengenai masa kecilnya yang mengalami kendala dalam pembelajaran. Dirinya mengakui mengalami disleksia dimana terjadi gangguan dalam hal membaca dan menulis. Lantaran kendala itu, Dya Loretta sampai beberapa kali pindah sekolah. Sebagai upaya melatih kemampun membaca dan menulis, sekolah atau pendidikan menjadi bagian terapi yang dilakukannya.
“Saya melalui proses terapi untuk terus belajar, membaca, mendapatkan skill atau keterampilan baru, dan pemahaman baru. Ternyata yang kata orang terbatas, bisa melebihi dari batasan tadi, bisa mendobrak, yang disable menjadi able,” paparnya.
Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana dengan nilai IPK di bawah skala 3, lanjut Dya Loretta, dirinya melanjutkan pendidikan mengambil jurusan Ilmu Komunikasi. “Saya memilih pendidikan yang awalnya dinilai tidak perlu banyak membaca, tapi ternyata harus banyak membaca buku-buku juga. Namun, saya akhirnya bisa melampaui apa yang dipreksi orang sebelumnya. Dulu dinilai tak mampu membaca, stigma dari orang-orang, kekhawatiran orang tua, semua itu akhirnya terlampaui. Saya senang karena akhirnya bisa menyelesaikan dengan baik,” cerita Dya Loretta.
Dalam perjalanannya, Dya Loretta kemudian sekarang ini sudah mewujudkan keinginannya memiliki lembaga pendidikan. “Saat ini saya memiliki dua lembaga pelatihan yaitu Marcommads dan Srikandi Pintar Indonesia. Selain itu, juga memiliki perusahaan konsultan komunikasi dan lembaga hukum. Khusus untuk lembaga hukum ini untuk mendukung para ibu-ibu pelaku UMKM yang memiliki kendala seperti membuat akta perusahaan dan sebagainya,” jelas Dya Loretta.
Saat ini, Dya Loretta juga sedang bermitra dengan produk kukis yaitu Raisya Cookies untuk mengembangkan branding dan memasarkan produk tersebut secara lebih luas di masyarakat. “Kita tak melihat semata-mata karena kukisnya. Raisya ini rasa dari hati. Awalnya saya bertemu dengan ibunya Raisya, seorang anak berkebutuhan khusus. Saya diundang ke Surabaya dan bertemu dengan Raisya yang menyukai membuat kukis. Melalui proses membuat kukis itu, Raisya belajar berbagal hal, seperti berhitung, gramasi, dan sebagainya. Kemudian, setelah Raisya berusia 7 tahun, ibunya menyempurnakan resep dan memulai menawarkan kukis buatan Raisya,” jelasnya.
Lalu, lanjut Dya Loretta, pada saat Raisya berumur 10 tahun saat ini, diluncurkanlah Raisya Cookies yang bisa dinikmati masyarakat luas. Raisya Cookies ini memiliki 6 varian rasa yang berbeda-beda. Selain kukis, diluncurkan pula buku series Raisya dari Hati yang memiliki cerita tersendiri. “Buku ini menggambarkan bagaimana seorang ibu dan anak menjalin kekompakan dan bisa beyond dari disable. Semua dituangkan dalam buku Raisya Cookies. Buku serial ini didekasikan yang hasilnya akan diberikan kepada rumah yatim di Sidoarjo. Semua bisa beyond expectation, melampaui batas, yang penting kita mau terus berproses,” paparnya.
Dya Loretta juga menjelaskan, saat ini Raisya Cookies memiliki dapur produksi pembuatan kukis di kawasan Manyar, Surabaya. “Anak-anak bisa berkunjung dan bermain di sana, membuat kukis bersama-sama. Intinya, apapun yang kita inginkan terus fokus dan jalani prosesnya, semesta akan selalu mendukung kita,” jelas Dya Loretta menutup kegiatan talkshow tersebut.***